Thursday, August 9, 2007

My 1st Online Shopping Experience, Buying from Amazon.com


Tadi siang saya dapat telpon dari Ibu saya, ada surat panggilan dari Kantor Pos Fatmawati. Katanya ini sudah panggilan kedua. Saya gembira sekali. Itu pesanan buku-buku saya dari Amazon.com. Ini uji nyali pertama saya dalam online shopping. Saya selalu takut membayar via credit card di internet. Dari 6 buku yang saya pesan, yang sampai baru satu buku. Ternyata sisanya sampai juga. Saya fikir buku-buku itu lenyap, padahal saya belanja sekitar 1.3 jutaan. Tetapi saya agak heran. Loh, kok panggilan kedua? Surat panggilan pertama saja saya belum pernah terima. Saya terakhir telepon ke Kantor Pos Fatmawati, mereka bilang tidak bisa ngecek tracking number yang diberikan Amazon.com karena barang tsb dikirim dalam kategori bungkusan, dan barang seperti itu akan dimampirkan dulu di Kantor Pusat di Pasar Baru, diliat apa kena pajak atau engga. Singkat kata, saya langsung pergi ke Kantor Pos Fatmawati.

Pertama saya masuk ke lobby depan kantor POS. Saya datang ke counter Pengambilan Paket EMS. Setelah berdialong, petugas bilang kalau barang berasal dari Kantor Pusat di Pasar Baru ambilnya bukan disitu tetapi dibelakang gedung, Dia khusus melayani yang langsung dari Bandara. Saya lalu bergegas ke belakang gedung menemui Mr. A yang katanya bagian urus2 ini. Pemandangan suasana kerja disana cukup miris. Ada seorang petugas yang sudah cukup senior (beruban 80%) yang sedang siap-siap ngopi, ada dua orang yang asyik main game pokemon di PC cuek, dan ada satu meja kosong. Saya disuruh ke Meja kosong menunggu Mr. A. Pada saat Mr. A datang, ia datang menggunakan Singlet, tangannya yang basah menggenggam lap mobil kanebo. Wah, kayaknya dia habis nyuci motor. Mr.A bilang, ini bukan dibagian saya, disini bagian paket, khusus untuk barang yang agak besar-besar, sedangkan barang bapak termasuk kecil, masuk di Kategori Bungkusan. Heh? istilahnya macem-macem ya? Lalu dengan baik, salah satu dari mereka mengantar saya ke ruangan Mr. B. Nah, ini rupanya tempat yang betul. Setelah berdialog sebentar, ia berhasil mendapatkan file saya dan barang saya. Dia bilang, Pak, saya sudah tunggu 1 bulan kok tidak diambil-ambil, jadi saya kirim surat panggilan kedua. Saya bilang, boro-boro saya tahu barangnya sudah sampai. Dia menjawab enteng, mungkin surat panggilan yang pertama keselip pak, sambil tersenyum.

Ternyata untuk 5 buku yang baru sampai ini, saya kena pajak (resmi) sebesar Rp. 96 ribuan. Tapi anehnya, satu buku yang nyalip datang duluan 1 bulan yll, tidak kena pajak, hanya kena 3 ribu rupiah dan langsung diantar petugas ke rumah ibu saya. Apakan karena 5 buku, lantas saya kena pajak. Karena saya sudah punya NPWP Pribadi, saya minta faktur pajak dari dia. Tetapi dia bilang, tidak bisa diberikan sekarang, karena yang bagian bikin Faktur Pajak berbeda. Yang kemarin-kemarin saja belum diketik oleh ybs katanya. Wah, bagaimana ini? Terpaksa saya harus kembali lagi lain waktu meminta Faktur Pajak saya. Mungkin effortnya ngecek faktur pajak tsb tidak sebanding dengan ongkos transport ke kantor ini. Anyway, saya sudah happy barang pesanan saya tidak hilang.

Yang saya surprise adalah melihat banyaknya bungkusan berlabel Amazon.com di ruangan Mr.B. Saya tanya, kiriman dari Amazon.com banyak ya pak? Wah, banyak katanya. Ck ck ck... Amazon.com hebat, kata saya. Ternyata apa yang dikatakan di media-media dan dibuku-buku bisnis tentang kehebatan Amazon.com adalah benar adanya. Bahwa Amazon.com merubah peta bisnis buku memang betul. Amazon.com berhasil melipat dunia. Customer dari belahan dunia manapun terbukti mampu dilayani. Ternyata keluhan seorang pengusaha terpandang kenalan saya yang memiliki toko buku-buku import di Jakarta juga benar. Ia mengeluhkan perubahan gaya beli dari customer-customernya, yang sekarang banyak beli dari Amazon.com. Dia sudah menutup 2 toko bukunya, tinggal satu-satunya yang dipertahankan yaitu di Kemang. It's an expensive hobby katanya. (hemm... kalau dia bilang hobby, apakah provitable?). Who knows.
Saya prihatin atas 2 hal:
(1) Globalisasi telah menghancurkan batas-batas, yang tidak siap akan terlibas, contohnya pengusaha buku kenalan saya itu.
(2) Saya prihatin dengan manajemen PT Pos Indonesia. Bayangkan, untuk memeriksa tracking number yang diberikan oleh Amazon.com demi memberi kenyamanan customernya tidak bisa digunakan di Indonesia. Lalu kekonyolan tentang surat panggilan yang nyelip sehingga pesanan saya nongkrong 1 bulan disana, informasi pengambilan "bungkusan" yang tidak jelas (Sign System = Nihil), ketentuan mana yang kena pajak dan mana yang tidak kena pajak, lalu faktur pajak yang tidak bisa dicetak dan diberikan kepada si pembayar pajak (saya) on the spot. Wah, ini baru saya, penduduk Jakarta. Bagaimana dengan penduduk kota kecil yang berbelanja dari Amazon.com? Pasti lebih rumit lagi.

Anyway, terima kasih PT POS Indonesia, akhirnya saya bisa mencicipi bagaimana rasanya berbelanja on-line seperti yang sering saya baca di media, dan saya tidak kapok. Ini bagian dari excitement hidup di Indonesia. A Lot of Surpises and entertaining.

3 comments:

Anonymous said...

pengalaman yang tidak terlupakan.. kalo buat saya Amazon.Com adalah inspirasi saya.. :)

Anonymous said...

Halo mas, permisi mau tanya. Boleh tau bagian pengambilan barang bungkusan di kantor pos Fatmawati ada di sebelah mana? Saya ada perlu mengambil kiriman paket kecil yang sudah 63 hari tidak sampai. Dulu saya pernah ke kantor pos Fatmawati dan cuma diarahkan ke customer service yang tidak membantu sama sekali dalam pencarian barang. Terima kasih. Sukses selalu mas.

Andrie Trisaksono said...

Mba Risiana, ini tulisan udah jadul banget, 6 tahun yll :). ntah apa masih spt yg saya ceritakan atau tidak. lokasinya masih di gedung itu, coba jalan aja ke bagian belakang, tempat sortiran paket-paket. dan tanya lagi.

semoga ketemu ya mbak.